Sabtu, 30 Maret 2013

Sejarah Batik Bayat Klaten

SEJARAH BATIK BAYAT 

Oleh: H. Gunadi Kasnowihardjo 

Bayat adalah nama wilayah Kecamatan yang berada di daerah Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Nama Bayat berasal dari kata tem-bayat-an yang berarti hidup rukun saling membantu dan bersinergi. Pengertian tembayatan tersebut muncul pada saat Ki Ageng Pandanaran menetap di daerah ini setelah melakukan serangkaian perjalanan pengembaraan dari Semarang. Ki Ageng Pandanaran adalah mantan Adipati Semarang yang mendapat tugas oleh Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam ke daerah Selatan. Secara toponimi perjalanan beliau dapat dilacak dari nama - nama kota dan desa yang pernah beliau lewati atau bermukim untuk sementara. Beberapa contoh kota dan desa seperti Salatiga, Boyolali, Klaten, Wedi, Kuntulan, Jiwo, dan Bayat adalah nama - nama topinimi yang terkait dengan perjalanan Ki Ageng Pandanaran. Selain kata tembayatan, nama Bayat menurut hemat saya berasal dari kata bai’at (baiyat), hal ini juga terkait dengan kegiatan dan kehidupan Ki Ageng Pandanaran. Sebagai penyebar agama beliau sudah semestinya akan meng-Islam-kan banyak orang terutama tokoh - tokoh seperti Syeh Domba, Syeh Kewel, dan Syeh Bela-Belu yang konon ceritanya mantan perampok atau penjahat terkenal. Orang - orang seperti Syeh Domba sebelum masuk Islam harus di bai’at terlebih dahulu. Demikian pula beberapa tokoh lokal yang ada di daerah Klaten dan daerah antara Wonosari - Wonogiri pada umumnya memiliki kaitan legenda dengan Ki Ageng Pandanaran. Diceritakan dalam Babad Bayat bahwa Ki Ageng Pandanaran yang terkenal kesaktiannya selalu memenangkan dalam adu kesaktian dengan para tokoh lokal. Setiap adu kesaktian taruhannya adalah yang kalah bersedia mengikuti syariat agama si pemenang, dan selama itu Ki Ageng Pandanaran tidak pernah terkalahkan sehingga semua lawan - lawannya masuk Islam. Salah satu contoh kesaktian Ki Ageng Pandanaran yaitu saat bertanding menerbangkan burung Merpati, saat sepasang merpati milik lawan sudah terbang cukup tinggi sepontan Ki Ageng Pandanaran melepas sepasang trumpahnya (sandal dari kayu) dan melemparnya ke atas dan sepasang trumpah itupun terbang tinggi hingga mengalahkan sepasang merpati lawan. Rupa - rupanya Bayat merupakan pusat penyebaran Islam untuk Jawa Tengah bagian Selatan, dan disinilah banyak para tokoh lokal di bai’at sehingga daerah ini dikenal dengan sebutan Bayat. Sebagai pusat peradaban Islam tingkat lokal, maka tidak heran apabila di daerah ini muncul beberapa industri kerakyatan seperti kerajinan gerabah, pandai besi, dan batik yaitu industri yang dibutuhkan untuk keperluan sehari - hari masyarakat. Dari sisi teknologi, ketiga jenis kerajinan tersebut merupakan hasil budaya sejak masa prasejarah yang berkembang hingga masa - masa berikutnya bahkan sampai saat ini. Seperti disebutkan oleh J.L.A. Brandes seorang sarjana Belanda yang telah lama melakukan penelitian arkeologi di Indonesia bahwa 10 (sepuluh) ciri budaya Indonesia asli satu diantaranya adalah kepandaian membatik atau membuat kain batik. Batik Bayat diperkirakan sudah ada sejak masa pra Hindu dan mulai berkembang sejak datangnya Ki Ageng Pandanaran. Sejak awal tahun 1900 an pemasaran batik Bayat adalah ke kota Sala dan ke daerah Gunung Kidul (yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Klaten). Informasi ini penulis peroleh dari Buyut Wiryodinomo (85 tahun) 45 tahun yang lalu saat penulis masih duduk di bangku kelas IV Sekolah Dasar. Lebih jauh diceritakan bahwa Buyut Wiryodinomo yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama “Wiryo Bandhul” karena terkenal memiliki banyak “Bandhul Emas” setiap berjualan batik alat transportasi yang digunakan adalah Andhong yaitu kereta yang ditarik dua ekor kuda milik pribadi. Berdasarkan jenis alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut kain batik tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Buyut Wiryodinomo adalah seorang pengusaha batik yang cukup besar pada waktu itu. Motif batik apa saja yang banyak diproduksi pada masa itu hingga kini belum dapat diketahui. Yang pasti pada saat itu belum ada model pemesanan motif - mptif tertentu sehingga batik Bayat benar - benar merupakan produk kreatif rakyat pinggiran yang mampu menembus pasar perkotaan. Setelah kemerdekaan beberapa pengusaha batik “pemula” mulai memasarkan kain batik Bayat ke kota Yogyakarta, pada awalnya mereka menjual kain batik setengah jadi langsung kepada para pengusaha batik di Yogya untuk diproses menjadi kain batik. Dengan demikian proses produksi dapat dilakukan lebih singkat dan tidak memerlukan modal besar. Dari keuntungan menjual kain batik setengah jadi tersebut dalam perjalanan waktu yang cukup panjang selama antara 4 - 5 tahun akhirnya terkumpul modal untuk memproses kain batik dari awal hingga menjadi kain batik siap pakai. Para pengusaha pemula tersebut mulai membutuhkan bahan - bahan untuk pewarnaan batik selain bahan utama kain katun yang merupakan bahan import. Kemudahan untuk memperoleh barang - barang import pada waktu dapat dilakukan apabila menjadi anggota sebuah koperasi batik, sedangkan koperasi batik terdekat yang sudah berdiri baru ada di kota Solo dan Yogyakarta. Akhirnya para pengusaha batik Bayat memutuskan untuk bergabung dalam keanggotaan ke Koperasi Batik BATARI di Surakarta. Setelah para pengusaha batik Bayat bergabung dalam keanggotaan Koperasi Batik “BATARI” di Surakarta antara tahun 1960 - 1967, batik Bayat berkembang cukup pesat karena para anggota koperasi tersebut mendapatkan kemudahan baik dalam mendapatkan bahan baku batik maupun dalam hal pemasarannya. Bahkan pada tahun 1967 berdirilah Koperasi Batik “PBT” di Bayat yang anggotanya sempalan dari Koperasi Batik BATARI, mereka mendirikan koperasi primer dan langsung tergabung dalam koperasi induk Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Kejayaan Batik Bayat berlangsung hingga tahun 1975, hal ini dapat disimak dari jumlah keanggotaan koperasi PBT yang pada saat itu mencapai sejumlah 460 orang. Setelah itu keanggotaan koperasi batik tersebut terus berkurang seiring dengan jatuhnya industri batik Bayat, dan saat ini keanggotaan koperasi batik PBT Bayat tinggal 116 orang. Dari jumlah 116 anggota yang masih aktif memproduksi kain batik tinggal 7 - 10 pengusaha. Berkembangnya industri batik printing (pabrikan) yang dipelopori oleh Batik Keris di Surakarta pada tahun 1970 an merupakan salah satu pemicu hancurnya industri batik tradisional, terutama kerajinan batik tulis yang memerlukan beaya tinggi dan waktu relative lama. Batik Bayat yang berorientasi baik ke Solo maupun ke Yogya, sehingga selama ini tidak ada seorangpun pengusaha ataupun mantan pengusaha batik Bayat yang faham tentang motif asli batik Bayat, mereka tidak mengetahui yang mana dan bagaimana motif asli batik Bayat tersebut. Dari hasil pengamatan dan pemahaman saya motif asli batik Bayat adalah “alas - alasan” yang menggambarkan kehidupan flora dan fauna hutan. Masing - masing pengusaha batik memiliki desain yang berbeda tergantung dari masing - masing pelukis yaitu orang yang membuat pola gambar di atas kain yang akan dibatik. Antara pelukis yang satu dengan yang lain akan berbeda jenis flora dan fauna yang digambarkan. Pola atau desain kain batik model alas - alasan ini hanya di temukan di batik Bayat, akan tetapi mereka para pengusaha dan perajin batik Bayat tidak yakin dan tidak percaya diri bahwa mereka memiliki jatidiri. Koperasi Batik “PBT” sampai saat ini masih eksis sebagai primer dari GKBI walaupun hanya sebatas pemilik saham atas asset GKBI, karena “ruh perbatikan” sudah tidak lagi tampak di dalam koperasi. Mungkinkah batik Bayat, batik pinggiran - batiknya rakyat ini dapat menemukan jatidiri dan bangkit kembali. Benarkah para peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang menggali berbagai sumber inspirasi dari beberapa gambar relief candi akan membantu para pengusaha dan perajin batik Bayat bangkit kembali?. Dengan mengangkat tema penelitian : Pengembangan Dokumen Digital Interaktif Pada Aspek Dekoratif Candi dan Arca di Prambanan dan Sekitarnya sebagai Sumber Diversifikasi Pola Batik Bayat, penelitian yang dibeayai oleh Kementerian Riset dan Teknologi sebagai Kegiatan Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun Anggaran 2011 diharapkan benar - benar akan dapat mengangkat kembali batik Bayat. Batik Bayat yang merupakan salah satu jenis ekonomi kreatif rakyat. Sedangkan kita semua harus menyadari bahwa ekonomi kreatif rakyat adalah salah satu “Saka Guru” dalam mewujudkan bangunan “Kesejahteraan Rakyat”. Mudah - mudahan dengan adanya nomenklatur baru Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, batik Bayat akan semakin terangkat, Insya Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah Sebagai Tanda Persahabatan...

 

Buku Murah


Masukkan Code ini K1-BE118B-2
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Pasang Link Aku

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Pengikut

KampungBlog.com Kumpulan Blog
Indonesia