Minggu, 05 Juli 2009

PPD dan Seragam Baru


Dua bulan sebelum PPD (Penerimaan Peserta Didik), ada tamu perempuan dengan mobil mewah masuk ke suatu sekolah. Entah apa maksudnya, tamu tersebut ingin ketemu kepala sekolah. Melihat penempilannya, perempuan tersebut adalah seorang pedagang yang akan menawarkan dagangannya.

Satu bulan sebelum PPDB, datanglah mobil boks dan menurunkan ratusan potong seragam siswa. Belum dilakukan penerimaan siswa baru, distributor kain sudah berani mengirim kain seragam sementara pihak sekolah berani menerima karena jumlah siswa baru yang akan diterima sudah jelas jumlahnya dan semua siswa baru diharuskan membeli seragam tersebut.


Sekolah tempat berwira usaha…
Wira usaha yang dijalankan oleh oknum sekolah tersebut sudah menjadi tren di Indonesia. Perdagangan model ini, tidak mengenal rugi karena kain seragam yang dijual lebih mahal dibanding kain yang dijual di took-toko terdekat. Kain seragam yang disediakan pasti terjual habis, karena persediaan bahan sudah disesuaikan dengan jumlah siswa yang harus membeli.

Siapa yang dirugikan…?
Yang dirugikan adalah pihak siswa harus membayar mahal dan tidak boleh menawar, pedagang pasar dibuat dagangannya menjadi tak laku dan harus bayar pajak. Guru-guru dipaksa mengorbankan harga diri untuk membantu menjualkan dagangan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran disekolah. Guru-guru sudah membantu menjualkan tetapi tidak diberi imbalan yang sesuai. Imag jelek bahwa siswa menganggap guru mengajar sambil berbisnis, imag negative dimasyarakat bahwa lembaga pendidikan menjual barang dengan paksa.

Siapa yang diuntungkan…?
Sudah pasti yang diuntungkan adalah pedagang tersebut karena dalam penjualan tanpa butuh tenaga kerja, tanpa kena pajak, tanpa butuh ruang atau toko etalase, untungnya besar dan yang pasti semua dagangan akan terjual habis, (Suara Merdeka, 1 Juli 2009).

Segelintir oknum di sekolah tersebut tentu juga menikmati keuntungan bisnis ini. Namun keuntungan itu bukanlah membuat proses belajar mengajar menjadi lebih baik, karena lembaga pendidikan tidak diuntungkan. Fenomena yang terjadi, guru-guru yang lain tidak berani protes karena takut dengan atasannya (lebih baik diam, yang penting selamat).

Kenapa pedagang bisa masuk sekolah..?
Sudah menjadi rahasia umum, bagaimana caranya pedagang bisa masuk di sekolah tentu perlu melewati jalan yang terjal. Langkah untuk bisa masuk ke lembaga, maka pedagang harus bisa melewati beberapa pintu gerbang. Setelah menemukan jalannya, maka mudahlah mereka masuk tanpa ada yang bisa menghalang-halangi termasuk kepala sekolah dan komite sekolah.

Kalau sudah seperti ini, maka peran dewan komite sekolah perlu dipertanyakan keberadaanya. Sebagai lembaga kontrol di sekolah mestinya peran dewan komite sekolah berpihak kepada masyarakat. Namun kenyataanya dilapangan bahwa dewan komite sekolah selalu meng-Amini pihak sekolah. Amin...Amin…Amin…

Penulis Asim Sulistyo
Pemerhati Pendidikan dan Masalah Sosial
Tinggal di Krakitan, Bayat, Klaten


0 komentar:

Posting Komentar

Komentarlah Sebagai Tanda Persahabatan...

 

Buku Murah


Masukkan Code ini K1-BE118B-2
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

Pasang Link Aku

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Pengikut

KampungBlog.com Kumpulan Blog
Indonesia